Camera Antik

Camera Kuno serta “Harta Karun” Dokumentasi Zaman Lalu

Bostonsharepointug – Mulai sejak munculnya telpon pandai, bisa disebut nyaris tiap orang dapat memfoto. Tinggal putuskan “shortcut” camera di hp, karenanya lekaslah kita bisa jadi photografer.

Di hp ada juga opsi biar kita dapat berswafoto. Bahkan juga bukan sekedar jadi bisa photografer. Banyak penduduk dapat juga menjadi koresponden, seperti istilah reporterme penduduk.

Sebelumnya diketahui hp, cuma sedikit orang yang dapat memfoto. Wajar, ada beberapa aturan tertentu di camera, seperti ukuran kecepatan film atau ASA (ASA 100, 200, 400, atau di atas itu), kecepatan rana (125, 60, atau bertambah besar/lebih kecil dari itu), serta focus (biar photo tak blur atau ada bayang-bayang).

Dokumentasi personal

“Kontak print”

Memanglah ada camera yang tanpa pertimbangkan “kesukaran” semacam itu, diketahui sebagai camera kantong. Sebab kecil, operasionalisasi camera itu punya sifat autofocus . Sehingga langsung dapat tekan tombol “on” tanpa atur sinar dan lain-lain.

Habis memfoto, kita mesti membersihkan film serta cetak photo di studio photo. Buat cetakan photo, ada ukuran 3R, 4R, bahkan juga 10R/lebih.

Dahulu ada tiga model film yang diketahui serta kerap digunakan beberapa koresponden. Yang pertama, film putih hitam. Selanjutnya tampak film memiliki warna serta slide (film positif). Slide dapat dipakai buat presentasi melalui alat slide proyektor.

Saya pernah belajar membersihkan serta cetak photo putih hitam di kamar gelap punya koran Cahaya Asa serta tabloid Mutiara di teritori Cawang, Jakarta Timur.

Ada “obat” tertentu buat membersihkan film. “Obat’ itu mesti di campur air sama ukuran tertentu. Film ditempatkan ke tabung hitam. Seusai beberapa waktu, karenanya di film bakal tampak gambar negatif.

Dari film negatif itu dapat dibuatkan kontak print. Kita siapkan kertas photo mempunyai ukuran besar. Lantas film negatif yang dipotong per 5 atau 6 frame diatur di atas kertas. Biar rata, di atas film kita taruh kaca.Sorot dengan cahaya di bawah alat enlarger waktu beberapa saat.

Film slide serta alat buat lihat slide

Selanjutnya masukan ke cairan pengembang serta cairan penetral. Cara paling akhir merupakan bersihkan bersama air mengucur, setelah itu keringkan hasil kontak print. Dari kontak print ini, redaktur photo memutuskan beberapa foto yang harus dibuat.

Film memiliki warna juga bisa dibuatkan kontak print. Banyak studio photo menyiapkan layanan itu. Sementara buat slide, mesti dibawa ke arah tempat tertentu buat diolah serta dikasih frame.

Cuma sedikit studio photo yang menyiapkan layanan mengerjakan serta cetak slide. Wajar, masyarakat jarang-jarang memakai film slide.

Dahulu film negatif serta slide yang cukup diketahui bermerk Fuji serta Kodak. Spesial film negatif ada Agfa, Sakura, serta Konica. Tiap brand mempunyai kekurangan serta kelebihan.

Dua tas yang dahulu saya membawa buat pekerjaan lapangan

Tiga camera

Dahulu, sebagai koresponden, saya nyaris selalu bawa tiga camera. Semasing berisi film putih hitam, film memiliki warna, serta slide.

Jujur, cukup menyulitkan. Ditambah lagi bila bawa tripod serta mendaki bukit.

Zaman 1980-an saya kerap jeprat sana jepret sini. Sayang banyak film negatif serta slide saya berikan ke sisi dokumentasi.

Saya tidak jelas siapakah yang menaruh atau ke mana “harta karun” itu saat ini. Meskipun sebenarnya banyak dokumentasi lalu mempunyai nilai ada di Cahaya Asa serta Mutiara.

Akan tetapi masih ada banyak photo berwujud film negatif (putih hitam serta memiliki warna) serta slide ada di saya. Ada lima kontener yang saya rawat. Lebih dari 100 photo udah saya scan (scan). Sebab lumayan murah, beberapa tahun kemarin saya membeli printer 3 in 1, yang dapat bikin, scan, serta copy. Mudah-mudahan dapat selekasnya kebeli scanner yang dapat buat film negatif serta slide.

Lama camera manual analog udah “mati suri” diganti camera digital, bahkan juga telpon pandai. Proses di camera manual memanglah memerlukan waktu.

Akan tetapi hasil kreasi tukang jepret masa lampau masih ada sampai saat ini. Pula dibutuhkan buat beragam penerbitan dewasa ini. Cuman deskripsi, photo yang saya jepret kurang lebih 1986 pernah dibayari Rp 500.000 per helai buat perumpamaan buku tahunan serta kalender.

Camera kuno yang manual telah menjadi sisi dari peristiwa. Begitu juga beberapa foto kuno, jadi dokumentasi mempunyai nilai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *